Saat matahari mulai tenggelam, warga di desa Al-Nuba, sebuah wilayah di 50 kilometer dari Khartoum, mulai menggelar karpet. Mereka mengisinya dengan piring yang berisi aneka makanan pembatal puasa khas daerah setempat, seperti pancake sorgum, yang didampingi dengan sayuran, daging, serta jus kalengan dan susu segar. Tidak ada yang istimewa dengan hal ini, tapi begitu hidangan itu selesai, warga Al-Nuba berhamburan ke jalan raya yang melintasi desanya dan mengajak semua orang untuk ikut berbuka puasa.
Jalan raya yang menghubungkan antara Khartoum dan Wad Madani sepanjang 160 kilometer itu tiba-tiba dikejutkan oleh sekumpulan orang yang mencegat setiap kendaraan yang lewat. Ajakan berbuka puasa ini memang cukup membahayakan jika setiap yang lewat wilayah Al-Nuba belum mengetahui tradisi ini. Untunglah tradisi ini sudah berlangsung cukup lama sehingga kegiatan ini cukup populer di kalangan pengguna jalan tersebut.
“Ayo batalkan puasamu, ini waktunya ifthar,” ungkap salah satu warga yang mengajak penumpang bus untuk turun.
Ada yang bertugas untuk mencegat setiap kendaraan yang lewat, ada pula yang bertugas mengarahkan penumpang kendaraan yang berhenti itu untuk menuju hidangannya masing-masing. Warga Al-Nuba melakukannya dengan sukarela. Dan menurut Abdelrahim, tokoh masyarakat setempat sebagaimana dikutip AFP, tradisi ini telah berlangsung lama sekali. Dan warga Al-Nuba sangat senang melakukannya.
Di Sudan sendiri, antara waktu fajar menyingsing dengan senja yang menandakan waktu maghrib memakan waktu 16 jam. Waktu selama itu ‘dihiasi’ pula dengan temperatur panas sekitar 45 derajat celcius. Sehingga banyak pengguna jalan yang melintas di jalan raya Khartoum-Wad Madani memanfaatkan tradisi warga Al-Nuba untuk membatalkan puasanya.
Setelah sekitar 20 menit membatalkan puasanya dan menikmati hidangan yang ada, para pengguna jalan itu akan melanjutkan perjalanannya kembali. Selebihnya ada yang memilih istirahat sebentar dengan melakukan sholat maghrib di masjid yang ada.
Al-Nuba
Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Al-Nuba di Sudan ini merupakan daerah asal Luqman Al-Hakim. Luqman merupakan orang shaleh yang namanya disebut beberapa kali dalam Al-Qur’an karena ajaran tauhid dan akhlaqnya kepada sang anak. Sementara itu, ajaran Islam baru masuk ke Sudan pada masa khalifah Utsman bin Affan dengan pembawa risalahnya yakni Abdullah bin Said abi Sarah.
Penduduk Al-Nuba berjumlah sekitar 10,000 orang. Mereka kebanyakan menjadi petani, sebagian kecil lagi berprofesi sebagai pegawai pemerintah. Tradisi membagikan makanan berbuka puasa yang mereka lakukan ini berusia sangat lama. Sehingga ini menjadi integral dengan tindakan warga Al-Nuba yang dikenal ramah.
Warga Al-Nuba memang dikenal dengan keramahannya. Mereka juga percaya bahwa memberikan makanan kepada pengguna jalan, siapapun itu, ketika masuk waktu berbuka adalah bagian dari ibadah dalam agama Islam. Meski kendaraan itu berhenti atau tidak, setidaknya mereka telah menawarkannya.
“Ya, kami tahu ini sangat beresiko untuk menghentikan kendaraan-kendaraan itu, tapi kami tak peduli. Kami ingin menunjukkan kebaikan dari jazirah ini,” pungkas salah satu warga.